Mengenai benda budaya dari Indonesia di koleksi-koleksi di negara barat dari segi pandang Indoensia

Sebuah wawancara dengan I Gusti Agung Wesaka Puja

Pada tahun 2018 Bénédicte Savoy dan Felwine Sarr menerbitkan laporan mereka yang merekonmendasikan restitusi benda budaya dari Afrika oleh negara Prancis. Sejak itu provenance research dan soal repartiasi di Jerman pun menjadi tema diskusi. Kebanyakan diskusi ini fokus kepada objek yang dikumpulkan di Afrika pada zaman kolonial. Namun begitu di negara lain yang juga pernah dijajah, diskusi mengenai benda budaya di koleksi museum di negara-negara barat makin intensif. Pada bulan April 2021 – dengan Returning Southeast Asia’s Past: Objects, Museums, and Restitution (edited by Louise Tythacott and Panggah Ardiyansyah) – pertama kali diterbitkan publikasi yang fokus kepada provenance research mengenai objek dari Asia Tenggara. Terus, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia juga membentuk Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda. Vanessa von Gliszczynski, kurator divisi Asia-Tenggara dari Weltkulturen Museum Frankfurt, mewawancari I Gusti Agung Wesaka Puja, kepala Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda.

 

Vanessa von Gliszczynski: Sejak kapan ada disksui mengenai sejahara benda budaya dari Indonesia yang berada di koleksi diluar Indonesia hari ini?
I Gusti Agung Wesaka Puja: Pembahasan mengenai pengembalian benda-benda bersejarah Indonesia yang berada di luar negeri sebenarnya sudah dimulai sejak kunjungan Mr. Mohammad Yamin (sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) ke Belanda pada tahun 1954. Kemudian pada tahun 1975 hasil Rekomendasi Bersama Tim Ahli Indonesia (yang dipimpin oleh Prof. Dr. I.B. Mantra) dan Belanda (dipimpin oleh Mr. R. Hotke) dalam Kerjasama Kebudayaan di bidang Permuseuman dan Kearsipan termasuk pengembalian Benda-benda bersejarah, telah menyepakati untuk mengembalikan beberapa objek-objek bersejarah termasuk diantaranya: patung Prajna Paramita, Crown of Lombok, dan beberapa benda bersejarah milik Pangeran Diponegoro.    Upaya pengembalian objek-objek bersejarah dari Indonesia terus berlanjut dengan pengembalian beberapa objek dari Museum Nusantara Delft pada awal tahun 2020 dan pengembalian Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro pada bulan Maret tahun 2020. Pembahasan akhir-akhir ini mengenai pengembalian objek-objek bersejarah tersebut kembali mencuat antara lain juga dipicu oleh semangat dekolonisasi museum yang melanda Eropa setelah kunjungan Presiden Perancis Emmanuel Macron ke Burkina Faso pada tahun 2017. Pembahasan di Indonesia dimotori oleh Dirjen Kebudayaan Bapak Hilmar Farid dengan melibatkan stake holders berbagai Institusi di Indonesia. Pertemuan antar Kementrian pada tahun 2020 juga dilakukan untuk menyusun Standard Operating Procedure (SOP) Pengembalian Benda Budaya Indonesia yang Berada di Luar Negeri. Sebagai follow up, telah dijalin komunikasi penjajakan dengan pihak Museum Belanda termasuk dengan Tim PPROCE (Pilotproject Provenance Research on Objects of Colonial Era). Beberapa hasil dari Provenance Research yang telah dilakukan oleh pihak PPROCE sudah dibahas melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa Universitas di Indonesia pada tahun 2021.

VvG: Pada tahun 2021 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bentuk komite repatriasi benda bersejahrh Indonesia… Apa sebabnya komite ini dibentuk dan tujuhannya apa?
Puja: Pembentukan Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda melalui Surat Keputusan Mengeri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada bulan Februari 2021 bertujuan untuk menyusun dan menetapkan mekanisme kerja, memberikan saran, pendapat dan data bagi rencana pengembalian koleksi-koleksi tersebut kembali ke Indonesia dan memberikan laporan berkala mengenai perkembangan kegiatan Tim. Ruang lingkup tugas Tim Repatriasi ini hanya koleksi-koleksi Indonesia yang ada di Belanda. Sejauh ini Tim tidak memiliki mandat untuk menjangkau objek-objek di luar Belanda.

VvG: Mengenai provenance research sering diangkat pertanyaan pengembalian atau repatriasi/return benda sejarah ke negara asalnya. Apa pendapat komite repatriasi mengenai pengembalian objek misalnya dari Belanda?
Puja: Dari diskusi dan pertukaran pendapat yang dilakukan, Tim telah melakukan pendataan dan mengumpulkan sejumlah informasi mengenai keberadaan berbagai koleksi asal Indonesia di berbagai museum di Belanda. Prioritas, sebagaimana pengalaman sebelumnya,  ditujukan pada “transfer of State-owned” objects yang terkait langsung dengan “persons of major historical and cultural importance” atau “crucial historical events”. Secara prinsip koleksi-koleksi tersebut harus memenuhi syarat: Pertama: apabila koleksi tersebut terbukti merupakan hasil dari praktek yang tidak berkeadilan di masa lalu (historical injustice), dan Kedua: apabila negara asal koleksi meminta pemulangan benda-benda tersebut atas pertimbangan bahwa koleksi tersebut memiliki nilai kesejarahan yang tinggi dan penting. Dalam kaitan itu perlu dilakukan Kerjasama yang melibatkan peneliti dan ahli kedua negara yang bertugas melakukan proses verifikasi, kajian asal usul (provenance research) dan seleksi objek-objek yang akan dikembalikan. Disadari bahwa proses ini akan memerlukan waktu yang tidak singkat serta modalitas yang kompleks karena terkait aspek legal, politis dan administratif.

VvG: Dalam rangka provenance research ada makin banyak projek kooperasi antarra Eropa/AS dan institusi dari negara asal objek berbudaya. Misalnya Weltkulturen Museum berpatisiasi dalam projek online-database di mana benda budaya ditaruh online supaya ada akses umum, misalnya dari kerajaan Benin, dari Filipina atau dari Rapa Nui. Apakah Anda bisa membayangkan untuk bentuk dan ikut serta dalam projek online databan seperti ini mengenai objek dari wilayah Indonesia dengan museum/institusi diluar Indonesia?
Puja: Untuk Kerjasama jangka Panjang, mengingat objek-objek tersebut tersebar di berbagai negara dan jumlahnya begitu besar, untuk sustainability Kerjasama tersebut, diperlukan program-program kreatif di masa mendatang termasuk Kerjasama penelitian bersama lanjutan jangka panjang, pemberian program beasiswa untuk program pasca sarjana dengan fokus pada repatriasi koleksi bersejarah, dan tentunya juga dalam program online-database berdasarkan kesepakatan bersama kedua belah pihak. Dari Rekomendasi Bersama Tim Ahli Indonesia dan Belanda tahun 1975 sudah pernah disepakati pembentukan program Kerjasama dokumentasi visual untuk manfaat langsung museum ethnologi dan arkeologi Indonesia-Belanda.

VvG: Terimah kasih atas wawancarnya!

 

I Gusti Agung Wesaka Puja, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda 2016-2020 yang membawa kembali Keris Naga Siluman Pangeran Diponegoro ke Indonesia. Mendapatkan anugerah Ridder Grootkruis in de Orde van Oranje-Nassau dari Raja Belanda pada tahun 2020.

 

Wawancara ini asli dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan ke bahasa Jerman dan bahasa Inggris untuk diterbitkan di majalah Weltkulturen News.